Pesanggrahan Menumbing merupakan Bangunan Cagar Budaya yang berada di puncak Gunung Menumbing yang memiliki ketinggian sekitar 445 Mdpl. Dahulu, Pesanggrahan Menumbing merupakan rumah peristirahatan atau penginapan milik Perusahaan Timah Belanda, Banka Tin Winning (BTW) yang bernama Berghotel Menumbing. Dibangun mulai tahun 1927
Berghotel Menumbing secara resmi dibuka pada tanggal 28 Agustus 1928 dengan fasilitas-fasilitas seperti listrik, air mengalir, telepon, serta lapangan tenis. Jalan masuk komplek ini melewati jalan aspal berliku yang cukup hanya untuk satu mobil. Secara umum, Berghotel Menumbing terdiri dari tiga buah bangunan, antara lain bangunan utama, paviliun I, dan paviliun II. Bagian atap ketiganya dibuat datar yang berfungsi sebagai menara pandang.
Pada masa Agresi Militer Belanda II, Belanda menangkap dan mengasingkan beberapa pemimpin Bangsa Indonesia ke Pulau Bangka. Pada tanggal 22 Desember 1948, rombongan yang diasingkan ke Pesanggrahan Menumbing, diantaranya; Drs. Moh. Hatta, Mr. A. Gafar Pringgodigdo, Mr. Ass’aat, dan Commodor Suryadarma. Dan pada tanggal 31 Desember 1948 menyusul ke Pesanggrahan Menumbing yaitu Mr. Ali Sastroamidjoyo dan Mr. Moh Roem. Mereka bergabung dengan rombongan Mohammad Hatta di Pesanggrahan Menumbing. Pada 6 Februari 1948, Presiden Soekarno dan Haji Agus Salim menyusul diasingkan di Muntok. Pada mulanya penempatan semua pemimpin RI itu di Pesanggrahan Menumbing.
Namun, Presiden Soekarno alergi dengan udara dingin, maka ditempatkanlah Soekarno di Pesanggrahan BTW Muntok yang ditemani dengan Agus Salim. Mohamad Roem, dan Ali Sastroamidjojo juga ikut menyertai, yang dimana sebelumnya mereka ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing bersama Mohamad Hatta. Dengan demikian para Pemimpin Republik Indonesia yang ditempatkan di Pesanggrahan Menumbing ialah Drs. Moh. Hatta, Mr. A. Gafar Pringgodigdo, Mr. Ass’aat, dan Commodor Suryadarma.
Di tempat ini juga para pemimpin RI menerima kunjungan utusan Komisi Tiga Negara (KTN) dan para jurnalis internasional yang mewartakan kondisi dan situasi Indonesia ke luar negeri serta ide pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga dipercikan di tempat ini saat pertemuan Bung Hatta dengan utusan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), antara lain dengan Anak Agung Gde Agung dan Sultan Hamid II.